Rabu, 30 Oktober 2013
Bulan Oktober,
bulan dimana hujan sudah mulai tak sungkan untuk turun membasahi kota tempat
tinggalku sekarang ini. Memang tidak tiap hari turun hujan tapi tercatat dalam
memoriku, 2 kali hari rabu dibulan ini basah oleh tetesan ujan yang cukup
lebat. Air sisa hujan masih menggenang dan menjadikan dataran yang biasanya
keras menjadi lembek. Semakin terasa lekat suasana pedesaan yang khas dari
Tanah Sunda ini.
Petang itu
seperti biasa kulaksanakan Sholat Maghrib dimasjid terdekat. Tempat tinggalku
sekarang tidak seperti 2 tempat tinggalku dahulu yang dekat dengan Mushollah
maupun Masjid. Untuk menuju masjid terdekat harus kulalui dengan menyeberangai
jalan besar Tegal Danas yang menghubung dengan Kota Deltamas. Perjalanan
berangkat menuju masjid lancar dan terkendali walaupun terlihat kemacetan yang
cukup panjang. Setelah selesai kulaksanakan kewajiban sebagai seorang muslim
aku segera pulang menuju kosan.
”Ikutilah jalan
yang yang benar sesuai proses, jangan mengambil jalan pintas yang sepertinya
itu lebih baik menurut pandanganmu. Nikmati prosesnya karena sesuatu yang
instant tak selamanya baik”
Ditengah
perjalanan yang kulalui ternyata antrian kendaraan yang akan melewati jembatan
tegal danas masih cukup panjang. Antarian hanya terjadi di sisi jalan yang menuju
Pasar Tegal danas yang searah dengan yang aku lali saat ini. melihat antrian
yang cukup panjang ini aku berinisiatif memotong jalan melewati pembatas ruas
jalan ditengah yang ditumbuhi pohon- pohon besar dan memang banyak juga orang
yang lewat situ.
Tanah basah
terkena cucuran air hujan menyababkan tanah menjadi lengket dan menempel diroda
sepedaku. Kurasakan kayuhanku semakin berat ketika sampai ditengah- tengah.
Tiba – tiba sepeda yang kutumpangi terhenti tidak bisa kukayuh. Aku turun dan
ku cek sepedaku ternyata lumpur sudah sangat banyak yang menempel diroda. Terdapat
“selebor” disepedaku sehingga lumpur yang menempel tidak bisa lepas ditambah
terjepit pula oleh rem.
Ini adalah
akibat aku tidak mengikuti jalan yang benar. Kubersihkan lumpur yang menempel
di ban dan selebor dengan menggunakan kayu seadanya. Lumayan lama pula aku
membersihkan lumpur ini. Keringatpun mulai
keluar dan menetes dari pori – pori tubuhku. Ketika roda rudah mulai bisa
berputar langsung saja aku kayuh lagi walaupun lumayan berat karena masih ada
lumpur yang tersisa. Diperjalanan aku mecoba melewati jalan yang masih banyak
digenangi air hingga sisa- sisa lumpur
itu lepas sendirinya terkena air tersebut.
0 comments:
Post a Comment