Senen, 01 September 2014
Hampir tiga
tahun sudah aku meninggalkan kampung halaman -Bangil- dan melanjutkan studi di
Kota Deltamas-Bekasi- Jabar. Jarak yang membentang dari Timur ke Barat dan
terpisah provinsi membuat jarak tempuh memerlukan waktu yang cukup lama dengan
kendaraan darat. Transportasi darat favoritku adalah kereta api karena nyaman
dan relatif lebih cepat dibanding dengan bus, selain itu harganya juga murah.
Interior Bangun Karta |
Aku merasakan
pelayanan kereta api yang meningkat drastis dalam 3 tahun tersebut. Mulai dari
tiket kereta yang dibeli pas hari H hingga kini yang harus dipesan jauh hari (hingga
-90hari) dan kini kereta ber-AC semua.
Walaupun aku jarang ada liburan panjang seperti mahasiswa pada umumnya karena
sudah terikat, namun selalu kusempatkan untuk menengok kampung halamanku jika
ada kesempatan. Selama kuliah dan bolak-balik Jakarta-Bangil terhitung hanya 2
kali aku merasakan kereta kelas eksekutif selebihnya kereta ekonomi dan bisnis.
Kereta kelas eksekutif kali pertama kunaiki adalah kereta Gumarang saat berangkat
menuju kampus ITSB –Deltamas dan Kereta Bangun Karta untuk kali kedua pada hari
ini.
Aku naik kereta
Bangun Karta dari Stasiun Surabaya Gubeng berangkat pukul 14.15 WIB. Oia Aku
pulang kampung kali ini karena ada acara pernikahan Kakak. Aku tidak bisa
berlama-lama di rumah dan harus segera kembali untuk melaksanakan Sidang TA
tugas akhir. Sehari setelah acara aku diantar Kakak (Mas Lun) ke Stasiun Gubeng. Aku masuk ke
tempat pemeriksaan karcis dan ternyata pemberangkatan kereta ini dari jalur 5
yaitu dari Stasiun Gubeng Baru. Aku disuruh menunggu oleh petugas pemeriksa
karcis lalu aku diantar oleh security dan ditunjukkan arah ke stasiun Gubeng
Baru.
Tepat pukul
14.15 kereta berangkat namun kulihat sepi tidak seperti naik kereta ekonomi.
Terhitung di gerbong yang aku tumpangi hanya ada sekitar 8 penumpang. Memang
perbedaan fasilitas kelas ekonomi dan eksekutif cukup mencolok karena harganya
pun juga sangat jauh bisa 8-10x lipat. Tak lama kemudian kereta telah sampai di
stasun Mojokerto dan berhenti, sepertinya ada juga penumpang yang naik dari
stasiun ini. Kereta berjalan kembali dan hampir setiap stasiun besar juga
berhenti. Dalam hati pun aku mulai bergumam, ternyata gumamanku dalam hati saam
dengan lontaran ucapan penumpang di site belakangku
yang mengatakan kalau kereta banyak berhenti kalah dengan kereta ekonomi GBM
(Gaya Baru Malam).
Perkiraanku
salah ternyata kereta ini tidak lewat Jogja melainkan lewat Semarang (di sini
gerbong mulai penuh). Seringnya kereta berhenti menurutku membuat kurang nyaman
dengan status kereta eksekutif yang tersemat padanya. Memang sih, jika cari
kenyamanan dan tidak terganggu dengan riuh penumpang lain enak Eksekutif. Namun
aku pribadi saat ini masih lebih suka naik kereta ekonomi bisa banyak kenal
dengan orang baru dan bisa lebih akrab dalam perjalanan saling mengobrol satu
sama lain (selain faktor harga). Yang membedakan dengan kereta ekonomi hanya
fasilitas di dalamnya seperti tempat duduk, Layar monitor, Selimut, Petugas
Restorasi yang seperti Pramugari. Untuk waktu tempuh tidak jauh berbeda dengan
kereta ekonomi. Dan ternyata saat kutumpangi kereta ini juga Telat dari jadwal
tiba yang tertera di karcis saat tiba di Jakarta.